Selasa, 29 September 2009

APA ITU LITURGI ?

APA ITU LITURGI ?

Sumber : Pdt. DR. Andar Ismail, SELAMAT BERBAKTI, hal 32-34.

Apa itu liturgi? Sekitar empat ratus tahun sebelum kelahiran Yesus, kata itu sudah lazim dalam budaya Yunani-Romawi. Kata Leitourgia (Leos = rakyat, ergon = kerja) berarti kerja bakti yang dilakukan penduduk kota. Pada zaman itu liturgi berarti apa yang dibaktikan seseorang bagi kepentingan kehidupan bersama. Kemudian liturgi juga berarti pajak yang dibayar oleh warga negara. Sekitar tahun 300 sM kata liturgi mendapat arti yang lain, yakni ibadah dalam kuil. Beberapa ratus tahu kemudian para pengarang Perjanjian Baru memakai kata liturgi untuk ibadah atau kebaktian kepada Tuhan. Dalam Kisah Para Rasul 13 : 2 tertulis : “Pada suatu hari ketika mereka beribadah (Yunani : Leitourgounton) kepada Tuhan…” Dari situ kita sekarang mengenal kata liturgi dalam arti tata ibadah.

Namun tata ibadah bukan sekedar susunan mata acara dalam suatu ibadah. Tata berarti kaidah, sistem atau aturan. Jadi, meskipun untuk sebuah kebaktian dicetak kertas acara, namun jika susunan acara tidak berkaidah, maka dalam kebaktian itu sebenarnya tidak ada liturgi atau tata ibadah.

Apakah kaidah sebuah ibadah?

Kaidah pertama adalah keutuhan. Tiap mata acara ibadah perlu selaras atau menyambung dengan mata acara lainnya. Tiap mata acara juga berfungsi sesuai dengan tempatnya. Misalnya, lagu awal bersifat pujian sedangkan lagu akhir bersifat pengutusan. Yang lebih mendasar lagi, kaidah keutuhan perlu tampak dalam hakikat tiap mata acara. Hakikat bagian awal ibadah adalah undangan pihak Tuhan dan kedatangan pihak umat. Disinilah tempat untuk pujian, penyesalan, perendahan diri, pengakuan dosa, permohonan, dan pemberitaan anugerah. Hakikat bagian berikut adalah sapaan Allah. Di sini tempat pembacaan Alkitab, khotbah dan sakrament. Hakikat bagian akhir adalah tanggapan umat terhadap sapaan Allah. Dii sini tempat pengakuan iman, persembahan dan doa syafaat. Liturgi menolong kita beribadah secara utuh. Tanpa pemahaman liturgis, ibadah menjadi terpenggal dan janggal. Misalnya, adalah janggal kalau pada bagian awal kita sudah menaikkan doa syafaat, atau mengakhiri kebaktian dengan permohonan untuk dilayakkan oleh Tuhan.

Kaidah kedua adaklah timbal-balik. Setiap mata acara ibadah perlu tersusun dengan irama gilir-ganti, timbal balik atau sahut menyahut. Misalnya, dalam votum Allah menyatakan kehadiran-Nya, lalu segera setelah itu umat menanggapi kehadiran itu. Pembacaan Alkitab atau khotbah adalah lambang sabda Allah, segera setelah itu umat bersaat teduh. Allah menyapa, umat menyahut. Umat bicara, Allah menjawab. Bahkan sebenarnya dalam satu mata acara itu sendiri bisa terdapat sifat timbal-balik itu. Misalnya, doa bukan hanya umat bicara dan Allah mendengar, melainkan juga Allah berbisik dan manusia berdiam diri. Dengan kaidah timbal- balik ini umat bukan hanya menjadi penerima melainkan juga peserta aktif dalam ibadah. Di depan Allah, manusia bukan hanya obyek melainkan juga subyek.

Kaidah ketiga adalah keseimbangan. Kalau dua pihak berinteraksi, tidak ada pihak yang lebih dominan dari yang lain. liturgi menolong kita menyusun acara ibadah yang seimbang supaya jangan kita terus menyanyi tiada henti, supaya doa jangan berkepanjangan atau supaya khotbah jangan sampai mendominasi panjangnya kebaktian.

Jadi, liturgi bukan sekedar susunan mata acara ibadah yang sudah disiapkan. Liturgi adalah kaidah untuk ibadah, aturan untuk ibadah atau tata cara untuk ibadah. Dengan liturgi kita beribadah dengan persiapan dan pemahaman, bukan secara dadakan atau asal-asalan. Dengan demikian, kita menyanyi bukan asal bunyi dan berdoa bukan asal ngomong. Dengan demikian ibadah menjadi tertib, teratur, khidmat. Itulah maksud rasul Paulus ketika ia berpesan bahwa ibadah “harus berlangsung dengan sopan dan teratur” (I Kor. 14:50).

Tidak ada komentar:

Posting Komentar